Rabu, 26 Maret 2025

beban angin minimum dan kecepatan rencana

pada peraturan pembebanan sebelumnya yaitu SNI-03-1727-1989 ditentukan beban angin minimum sebesar 25kgf/m2 untuk daerah jauh dari tepi laut (loc>5.0km) dan sebesar 40kgf/m2 untuk dekat laut untuk kemudian dikalikan dengan suatu faktor, namun pada peraturan terbaru SNI-1727-2020 point 27.1.5 ditentukan lebih tinggi yaitu sebesar 0.77kPa(78.5kgf/m2) untuk dinding dan 0.38kPa(38.7kgf/m2) untuk atap. Hal tersebut tentunya sangat berpengaruh karena selisih cukup besar hampir dua-kali lipatnya. Saya mencoba menelusuri batasan nilai tersebut dan memang didapat dari merujuk langsung peraturan negara aslinya Amerika yaitu ASCE 7-2016. Besarnya beban merata akibat angin dipengaruhi oleh kecepatan angin rencana jika merujuk peta angin pada negara tersebut memang cukup besar berkisar 40m/s sampai 120m/s namun apakah ini sesuai dengan kondisi di negara sendiri Indonesia?

.


(sumber: Sarli P. W., etal, 2022)

.


.

kecepatan angin dekat laut (loc< 1.6km) juga ditetapkan sebesar 58m/s pada peraturan pembebanan yg baru. Berikut hasil sebuah penelitian lembaga terkait, namun masih terbatas pada wilayah Jawa Barat saja. nilai kecepatan tertinggi di dekat laut hanya pada batas 31m/s yg terpaut sedikit lebih besar dengan peraturan sebelumnya sekitar 20% dan tidak sampai berlipat. Sebagai perbandingan saat saya merencanakan hanggar di sebuah bandara mengajukan kecepatan rencana sebesar 40knot (~21m/s) sampai 50knot (~26m/s) itu dinilainya sudah mencukupi, instansi tersebut mempunyai data kecepatan angin setempat karena diperlukan untuk pesawat lepas landas (take off) atau yg akan mendarat (landing) pertimbangan keamanan.

.


(sumber: Sarli P. W., etal, 2022)

.

terlihat dari tabel perbandingan peraturan lama dan baru diatas menunjukkan untuk kota Jakarta, Bandung dan Depok cenderung tetap tidak lebih besar dari sebelumnya. sedangkan untuk kota lain ada sedikit perbedaan. Input data masukan kecepatan angin dasar rencana tersebut sangat diperlukan untuk analisa distribusi beban angin dengan bantuan CFD seperti yg sebelumnya pernah sya ulas.

.


.

.

.


.

sebagai perbandingan adalah negara Bangladesh (2012) yg menentukan nilainya sebesar 0.5kN/m2 (~51kgf/m2) (pressure & suction) dan ini lebih kecil dari negara Amerika serta sedikit lebih besar dari negara Indonesia peraturan lama. hal ini dapat menunjukkan bahwa nilai minimum tersebut dipengaruhi kondisi geografis dan kumpulan rekaman kecepatan angin dari banyak stasiun serta olah data lanjut statistik. Negara Bangladesh mempunyai peta kecepatan angin diantara 40m/s sampai 80m/s yg nilai maksimumnya sekitar 50% lebih rendah dari negara Amerika.

.


.

sedangkan untuk negara India sya belum menemukan nilai beban angin minimum yg ditentukan, hanya peta kecepatan angin dengan batas 33m/s sampai 55m/s yg nilainya lebih kecil dari negara Bangladesh.

.


.

untuk negara Kanada mempunyai peta kecepatan angin dalam batas 23m/s sampai 64m/s nilai sebarannya lebih kecil dari negara Amerika namun beban angin  minimum yg ditetapkan kelihatannya hampir sama dengan ASCE 7-2016 bahkan lebih besar untuk komponen sekunder seperti cladding dan girts.

.



.

(source: Hong, H. P., et al, 2013)

.

melihat rujukan dan kondisi update penelitian tersebut kemungkinan sekali akan ada revisi perbaikan pada peraturan pembebanan gedung edisi berikutnya agar menyesuaikan geografis negara Indonesia

.

**tambahan

saat sya melakukan perbandingan nilai koefisien angin untuk berbagai bentuk bangunan antara negara Indonesia, Kanada dan India. Peraturan luar seperti dari negara Kanada walau tahun lebih awal (NBCC, 1961) namun diberikan banyak variasi bentuk bangunan bahkan tinjauan sudut arah angin tertentu seperti contoh dibawah. Perbandingan lanjut terhadap peraturan terbaru saat ini serta hasil analisa distribusi tekanan angin program bantu CFD kelihatannya merupakan bahasan kedepannya.

.


.

Selasa, 25 Maret 2025

tumpuan gording atap yg dibuat menerus

balok gording yg biasa digunakan berbentuk profil C dikerjakan secara terpisah sehingga kondisinya menjadikan tumpuan sederhana, untuk dapat menjadikan menerus dibutuhkan detail perlakuan khusus pada sambungannya. Berikut sya ambil rujukan dari pemasok Steel & Tubes negara New Zealand yg mengacu pada peraturan AS/NZS 1170.0:2002, dikarenakan mutu dan bentuk profil berbeda maka diperlukan analisa ulang mengenai sambungan tersebut dengan metode elemen hingga nonlinear.

.


.


.


(sumber: Steel & Tube, 2013)

.


.

dimensi pelat sambung dan ketebalannya dapat digunakan sebagai acuan awal karena mengikuti desain kapasitas dengan mutu baja pelat sambung sambung sama dengan profilnya. Baut yg digunakan jumlahnya menjadi dua kali lipat dari biasanya, kedua pelat badan dan pelat sambung tersebut kemudian dihubungkan dengan pelat dudukan gording yg dapat diberikan pengaku atau tidak. Sebelumnya sya pernah menganalisa sejenis namun untuk goring dgn profil Z dengan hanya dua bauut, kelihatannya akan lebih sederhana dan secara numerik lebih stabil karena kondisi simetri untuk profil C tersebut, dan lagi jumlah baut yg lebih banyak.

.


.


.

kebiasaan perencanaan balok gording negara luar dengan Indonesia agak sedikit berbeda, di dalam negeri mengacu pada tegangan ijin dan sistem pemasangan tinggalan negara Belanda terlihat dipasangkan batang sagrod sebagai pembagi misal sejarak 2.0m. Posisinya yg berada di tengah ketinggian penampang memberikan tambahan kekuatan terhadap stabilitas torsi lateral, sisi atas dihubungkan dengan roof sheeting atau cladding juga, belum lagi adanya jumlah baut minimum pada tumpuan adalah dua buah memberikan kekangan rotasi tambahan sebagian yg tentunya berkontribusi terhadap angka aman nilai lendutan dan tegangan yg sebenarnya terjadi.

.

Kamis, 20 Februari 2025

analisa penampang baja berdinding tipis dgn elemen shell

.


.

sudah banyak diketahui bahwa untuk penampang baja yg compact maka rumus pendekatan mengenai kapasitas darai peraturan baja code sudah cukup baik, namun untuk penampang yg tipis, pipih atau slender masih terdapat selisih berarti dan menjadikan penelitian berkelanjutan untuk itu. Kebanyakan laporan penelitian untuk jenis thin dan slender ini adalah hasil uji laboratorium fisik dan juga perbandingannya dengan program elemen hingga nonlinear seperti Abaqus atau Ansys, elemen yg digunakan biasanya adalah 2D linear shell dengan empat node, sedangkan jumlah integrasi point pada ketebalan pelat dapat ditentukan oleh pengguna. Formulasi dari program elemen hingga komersial tersebut adalah pengembangan dari jenis klasik atau konvensional. Implementasi tersebut berbeda sekali dgn CalculiX yg secara langsung melakukan pendekatan yg berbeda, elemen 2D shell dilakukan expansi terhadap sumbu normal menjadikan elemen solid 3D dan penerapan constraint pada tumpuan, beban maupun kondisi tertentu seperti pertemuannya. Kekurangan pada jumlah elemen pada ketebalan yg hanya satu dilakukan perbaikan dengan fungsi composite menjadikan berlapis sehingga jumlah integrasi point juga bertambah duakali lipat dari lapis yg ditentukan. Pengalam sya pribadi menggunakan elemen shell di CalculiX menunjukkan bahwa pembuatan berlapis tersebut bukan hanya saja meningkatkan ketelitian namun juga menghindari locking karena deformasi besar. Hal khusus yg perlu diperhatikan pada model elemen shell adalah penentuan kekangan translasi dan rotasi yg perlu diterapkan pada sumbu lokal ditentukan user baik itu untuk sistem koordinat cylindrical maupun rectangular, times increment juga perlu dibuat lebih halus dan rapat.

berikut adalah beberapa analisa penampang baja berdinding tipis, analisa yg ditinjau adalah deformasi besar dengan plastisitas material, ketidak sempurnaan geometri diambil dari salah satu bentuk ragam tekuk eigen. Hasil running di solver CalculiX menunjukkan jenis analisa rumit dan kompleks kondisi leleh penuh ini masih cukup mudah dan cepat mencapai  konvergensi, menarik untuk dibandingkan dengan model elemen solid secara langsung walau diperkirakan model elemen shell lebih efektif terkait jumlah node dan element.

keterbatasan lain untuk analisa jenis ini pada CalculiX adanya algoritma solver yg didukun saat ini hanya Newton-Raphson, sedangkan Riks yg ada pada Abaqus belum tersedia. Namun hal tersebut bukanlah kendala berarti untuk baja struktural karena post-buckling kondisi snap-trough atau snap-back kurang menjadi perhatian, awal terjadinya tekuk sudah menjadikan indikasi kegagalan elemen atau komponen struktural. Hal lain adalah penerapan beban adalah gaya kurang baik dalam mencapai konvergensi, namun penerapan beban adalah defleksi masih dapat digunakan. Kurva kapasitas yg biasanya dibuat hubungan beban gaya dan defleksi atau rotasi dibuat dari hasil keluaran reaksi tumpuan atau gaya penampang pada permukaan penampang terhadap rekaman deformasi suatu titik atau node. Masalah konvergensi biasanya diakibatkan dari mesh yg tidak mencukupi daerah transisi dekat takikan atau lekukan, penghalusan mesh daerah transisi tersebut sebaiknya diambil sepertiga sampai seperempat dari lebar atau tinggi sayap atau badan.

pemodelan penampang pada sebuah member balok atau kolom merupakan fungsi extrussion untuk yg lurus atau revolve untuk yg lengkung, sebelumnya sya telah membuat program konversi DXF ke FBD format preprocessor CalculiX yaitu CGX. Program kecil dxf2fbd yg sya simpan di GitHub tersebut dapat membantu mempercepat dalam modelisasi karena base dari penampang baja yg rumit dibuat pada program CAD umum dgn kemudahan dan presisi. Setelah jadi format FBD juga dapat ditentukan dimensinya untuk studi parameter berbagai ukuran dan panjang batang pada jenis penampang yg sama.

.


.


.


.

.


.


.


.

.

.


.


.

,


.



.


.


.


.


.


.


.


.



,


.


.


.


.



.


.


.


.


.


.


.


,


.


.


.


.


.



.