Sabtu, 29 Maret 2025

kolom baja batang tekan murni (lanjutan)

mengulas permasalahan yg dulu sebelumnya pernah dibahas sebenarnya cukup menarik, dalam hal ini masalah tekuk murni hubungannya dengan penampang kompak dan kategori kolom pendek sehingga kapasitas kolom ditentukan oleh leleh material. Anaisa tekuk eigen cukup cepat ditempuh dan feature tersebut kini sudah banyak tersedia pada banyak program sejenis, namun metode tersebut mempunyai keterbatasan yaitu hanya sesuai jika material masih dalam kondisi elastis dan dapat diartikan hanya berlaku untuk kolom panjang, kolom dengan kategori pendek atau menengah akan mengalami leleh penampang penuh atau sebagian. Kondisi tersebut akan mempengaruhi perilaku tekuk yg biasanya dalam analisa diperhitungkan sebagai penampang efektif.

.


.

"Any yielded portion of a steel column contributes nothing 
to the buckling strength of that member even though the 
entire cross section supports the load"  (Yura, J. A., 2011)


.


.

sya memodelkan ulang dengan elemen solid jenis linear hexaheral (incompatible) jumlah elemen yg diterapkan pada sisi ketebalan adalah 4(empat) buah untuk mencakup ketelitian distribusi regangan plastis dengan jumlah titik integrasi menjadi 8(delapan) titik. Ketidak sempurnaan penampang diambil dari analisa ragam getar bebas tidak terkekang yg kemudian nilainya dikalikan skala L/1000 panjang kolom, mesh terdeformasi perlu disimpan dan digunakan ulang pada program elemen hingga CalculiX. Analisa nonlinear yg ditempuh adalah jenis deflection controller, nilai beban defleksi diterapkan sebesar 5.0mm kemudian total gaya reaksi tumpuan direkam, jika terdapat beban lentur maka diperlukan section print pada ujung untuk mengetahuinya.

.

.



.


.


.


.



.


.

hasil analisa dengan model material baja tegangan regangan tanpa reduksi sudah menunjukkan lebih kecil dari kapasitas kolom kondisi leleh penuh penampang, dalam analisa kekuatan struktur nonlinear perlu menggunakan material strength factors atau partial strength yg biasanya untuk peraturan negara Amerika/Kanada dan Eropa diambil sebesar 0.9 (reduksi 10%) jika nilai tegangan residu awal tidak ditinjau dan dimodelkan langsung kemungkinannya masih dapat menggunakan nilai faktor yg lebih besar yaitu 0.85 (reduksi 15%) diterapkan terhadap kurva tegangan-regangan baja yg digunakan dalam analisa sbb. Hasilnya menunjukkan sebesar 540.6kN yg sudah mendekati namun sedikit lebih kecil dari kuat rencana secara analitis yaitu sebesar 554.1kN dengan selisih hanya sebesar 2.43% diartikan sudah cukup layak digunakan.

.


.

kelebihan perhitungan kekauatan atau kapasitas kolom dengan metode elemen hingga nonlinear tentunya akan banyak sekali, dapat untuk penampang sembarang dengan kondisi tumpuan dan beban yg beragam. Seperti pada contoh diatas kolom baja dengan beban aksial murni saja dapat dibuat kelanjutan untuk kondisi kolom panjang dan sedang (L=50cm,100cm,200cm & 400cm) lainnya perkuatan kolom dengan penampang model Quen-Cross dan King-Cross.

.


.


.

karena sedang mempelajari dan menguji banyak kondisi berdasarkan parameter seperti dimensi penampang H-Beam dan Wide Flanges serta panjangnya, maka penggunaan program modelisasi perlu mendukung untuk itu, lebih baik juga jika material dan kondisi batas dapat ditentukan secara otomatis seperti kemampuan CalculiX GraphiX (CGX). Jika pengguna lebih menyukai study parameter berbasis grafis maka dapat menggunakan Salome CAD/CAE seperti contoh berikut dari profil WF200 menjadi HB100, parameter dapat dirubah secara langsung pada tabel masukan dan model akan menyesuaikan secara otomatis termasuk garis partisi yg ditentukan tujuan meshing hexahedral penuh.

.

.


.

.


.

berikut perhitungan cara analtis merujuk peraturan dan hasil elemen hingga untuk panjang kolom 1.5m, bentuk dan besaran ketidak sempurnaan geometri diambil dari analisa ragam getar tidak terkekang (mode-8) diambil nilai seperseribu panjang batangnya, beban defleksi sebesar 15.0mm. Kelihatannya perlu mnggunakan section print pada CalculiX untuk lebih teliti dalam laporan gaya penampang ujung tumpuan. Hasilnya menunjukan selisih cukup besar dgn perbedaan 44% lebih besar, memang agak kesulitan dan kurang sesuai jika analisa nonlinear dibandingkan secara langsung dengan cara analitis merujuk peraturan karena dalam rumusan adanya penyederhanaan seperti faktor panjang effektif dan regangan baja kondisi strain hardenig, sebaiknya dibandingkan dengan hasil uji fisik agar didapat kejelasan mengenai tingkat ketelitian dan kelayakannya.

.


.


.


.


(Rmax=261.3kN)

.

tambahan dbawah adalah analisa tekuk elastis eigenbuckling yg menunjukkan nilai sebesar 306.8kN yg jauh lebih besar sampi sekitar 70% karena mengabaikan plastisitas pada penampang

.



.




berikut ditinjau lanjut untuk penampang tunggal, tambahan setengah profil menjadi quen-cross dan tambahan dua sisi setengah profil menjadi king-cross, panjang kolom yg ditinjau adalah 1.0m. Hasil perhitungan dengan cara analitis mengikuti peraturan perencanaan baja sebesar 469.2kN untuk tahanan aksial rencana yg sudah dikalikan dengan faktor reduksi.


.


.

.


.


Rmax = 439.2kN
.

kondisi lain ujung atas tertahan rotasinya, hasil sbb.
.

.

Rmax = 548.5kN
.


.


.

,

Rmax = 830.7kN
.


.


.

.

Rmax = 1090.7kN
.

terlihat jenis tekuk pada penampang quen-cross adalah lentur translasi sedangkan pada profil king-cross adalah torsional, penambahan pelat pengaku badan pada ujung dan tengah bentang sejarak tertentu dapat meningkatkan kapasitasnya. Perhitungan cara analitis juga perlu menyesuaikan pada nilai faktor panjang efektif kolom karena pada model elemen hingga nonlinear kondisi kekangan rotasi ujung atas adalah terkekang.

.

.
melihat grafik perbandingan kapasitas kolom secara beban increental, pada kondisi ini kolom jenis quen-cross tidak terjadi penurunan kapasitas yg signifikan saat pasca tekuk (post-buckling
.

.


ditambahkan pelat pengaku badan, mesh tidak kontinue terhubung langsung diterapkan tie constraint dan hasil meningkat hanya sebesar 2.5% dinilai kurang efektif dan diperlukan tambahan kekangan pergerakan torsional yg lebih kaku seperti dengan adanya batang truss atau balok girder.
.


.


.


.

Rmax = 1118.2kN
.

analisa nonlinear juga bermanfaat dan biasa digunakan untuk desain perkuatan (retrofit), misal dibawah ini adalah profil dan kondisi yg sama seperti diatas, panjang kolom 3.0m, perbaikan dilakukan dengan tambahan kekangan lateral arah sumbu lemah kolom. Rasio interaksi terhadap gaya aksial dan momen lentur masih menampilkan angka yg lebih dari 1.0 analisa orde dua (Direct Analysis Methods) dan kemudian ditinjau lanjut.

.

.

.

.

.

.

.

.
jika diasumsikan dan dikerjakan lapangan untuk tumpuan adalah benar-benar jepit, maka dapat langsung dimodelkan juga kondisi tumpuannya, untuk kondisi tumpuan sendi maka peningkatan kekakuan rotasi arah sumbu lemah dan kuat dapat ditambahkan. Khusus untuk kekangan lateral arah sumbu lemah dimodelkan dengan tumpuan pegas sehingga kekakuannya aksialnya dapat ditentukan nilainya sesuai profil terpasang, letak posisinya juga dapat disesuaikan misal tengah (webs) atau sayap (flanges) sisi atas dan bawah sehingga kapasitas hasil perhitungan lebih teliti dan mewakilkan.

.


.


.

.


.

.
(Rmax = 548.1kN)
.

dari hasil elemen hingga menunjukkan kapasitas lebih besar dari ASD-89, berikut perbandingan dengan AISC LRFD-93 yg dikenal lebih baik karena updates dalam memprediksi kapasitas kekuatannya hasilnya 6.7% lebih kecil dibandingkan elemen hingga nonlinear, ini dikarenakan beban belum terfaktor akan identik dengan sebelumnya ASD-89 dengan faktor sebesar 1.4 dgn asumsi hanya kombinasi beban mati saja. 
.

.


.

.

.



.

.

.

.

(Rmax = 530.7kN)
.
hasil elemen hingga nonlinear yg sya gunakan dgn pendekatan reduksi (material strength factors) menunjukkan cukup konsisten dan sesuai dengan metode LRFD-93 dan ASD-89, mengikuti peraturan perencanaan baja maka diperlukan perkuatan agar memenuhi syarat dan mempunyai angka aman lebih. Perkuatan kolom dapat digunakan  misal dengan cover plates yg dilas pada sayap, jika pengosongan beban hidup dan penyediaan tiang penyangga sementara masih menimbulkan kendala perlemahan saat perbaikan, maka sebagai pilihan lain kolom dibuat komposit diberikan pembesian tulangan pokok dan sengkang serta shear connector, dengan cara ini juga tambatan lateral arah sumbu lemah yg sebelumnya diajukan dapat dihilangkan sehingga lebih praktis dalam pelaksanaan.

Rabu, 26 Maret 2025

beban angin minimum dan kecepatan rencana

pada peraturan pembebanan sebelumnya yaitu SNI-03-1727-1989 ditentukan beban angin minimum sebesar 25kgf/m2 untuk daerah jauh dari tepi laut (loc>5.0km) dan sebesar 40kgf/m2 untuk dekat laut untuk kemudian dikalikan dengan suatu faktor, namun pada peraturan terbaru SNI-1727-2020 point 27.1.5 ditentukan lebih tinggi yaitu sebesar 0.77kPa(78.5kgf/m2) untuk dinding dan 0.38kPa(38.7kgf/m2) untuk atap. Hal tersebut tentunya sangat berpengaruh karena selisih cukup besar hampir dua-kali lipatnya. Saya mencoba menelusuri batasan nilai tersebut dan memang didapat dari merujuk langsung peraturan negara aslinya Amerika yaitu ASCE 7-2016. Besarnya beban merata akibat angin dipengaruhi oleh kecepatan angin rencana jika merujuk peta angin pada negara tersebut memang cukup besar berkisar 40m/s sampai 120m/s namun apakah ini sesuai dengan kondisi di negara sendiri Indonesia?

.


(sumber: Sarli P. W., etal, 2022)

.


.

kecepatan angin dekat laut (loc< 1.6km) juga ditetapkan sebesar 58m/s pada peraturan pembebanan yg baru. Berikut hasil sebuah penelitian lembaga terkait, namun masih terbatas pada wilayah Jawa Barat saja. nilai kecepatan tertinggi di dekat laut hanya pada batas 31m/s yg terpaut sedikit lebih besar dengan peraturan sebelumnya sekitar 20% dan tidak sampai berlipat. Sebagai perbandingan saat saya merencanakan hanggar di sebuah bandara mengajukan kecepatan rencana sebesar 40knot (~21m/s) sampai 50knot (~26m/s) itu dinilainya sudah mencukupi, instansi tersebut mempunyai data kecepatan angin setempat karena diperlukan untuk pesawat lepas landas (take off) atau yg akan mendarat (landing) pertimbangan keamanan.

.


(sumber: Sarli P. W., etal, 2022)

.

terlihat dari tabel perbandingan peraturan lama dan baru diatas menunjukkan untuk kota Jakarta, Bandung dan Depok cenderung tetap tidak lebih besar dari sebelumnya. sedangkan untuk kota lain ada sedikit perbedaan. Input data masukan kecepatan angin dasar rencana tersebut sangat diperlukan untuk analisa distribusi beban angin dengan bantuan CFD seperti yg sebelumnya pernah sya ulas.

.


.

.

.


.

sebagai perbandingan adalah negara Bangladesh (2012) yg menentukan nilainya sebesar 0.5kN/m2 (~51kgf/m2) (pressure & suction) dan ini lebih kecil dari negara Amerika serta sedikit lebih besar dari negara Indonesia peraturan lama. hal ini dapat menunjukkan bahwa nilai minimum tersebut dipengaruhi kondisi geografis dan kumpulan rekaman kecepatan angin dari banyak stasiun serta olah data lanjut statistik. Negara Bangladesh mempunyai peta kecepatan angin diantara 40m/s sampai 80m/s yg nilai maksimumnya sekitar 50% lebih rendah dari negara Amerika.

.


.

sedangkan untuk negara India sya belum menemukan nilai beban angin minimum yg ditentukan, hanya peta kecepatan angin dengan batas 33m/s sampai 55m/s yg nilainya lebih kecil dari negara Bangladesh.

.


.

untuk negara Kanada mempunyai peta kecepatan angin dalam batas 23m/s sampai 64m/s nilai sebarannya lebih kecil dari negara Amerika namun beban angin  minimum yg ditetapkan kelihatannya hampir sama dengan ASCE 7-2016 bahkan lebih besar untuk komponen sekunder seperti cladding dan girts.

.



.

(source: Hong, H. P., et al, 2013)

.

melihat rujukan dan kondisi update penelitian tersebut kemungkinan sekali akan ada revisi perbaikan pada peraturan pembebanan gedung edisi berikutnya agar menyesuaikan geografis negara Indonesia

.

**tambahan

saat sya melakukan perbandingan nilai koefisien angin untuk berbagai bentuk bangunan antara negara Indonesia, Kanada dan India. Peraturan luar seperti dari negara Kanada walau tahun lebih awal (NBCC, 1961) namun diberikan banyak variasi bentuk bangunan bahkan tinjauan sudut arah angin tertentu seperti contoh dibawah. Perbandingan lanjut terhadap peraturan terbaru saat ini serta hasil analisa distribusi tekanan angin program bantu CFD kelihatannya merupakan bahasan kedepannya.

.


.

Selasa, 25 Maret 2025

tumpuan gording atap yg dibuat menerus

balok gording yg biasa digunakan berbentuk profil C dikerjakan secara terpisah sehingga kondisinya menjadikan tumpuan sederhana, untuk dapat menjadikan menerus dibutuhkan detail perlakuan khusus pada sambungannya. Berikut sya ambil rujukan dari pemasok Steel & Tubes negara New Zealand yg mengacu pada peraturan AS/NZS 1170.0:2002, dikarenakan mutu dan bentuk profil berbeda maka diperlukan analisa ulang mengenai sambungan tersebut dengan metode elemen hingga nonlinear.

.


.


.


(sumber: Steel & Tube, 2013)

.


.

dimensi pelat sambung dan ketebalannya dapat digunakan sebagai acuan awal karena mengikuti desain kapasitas dengan mutu baja pelat sambung sambung sama dengan profilnya. Baut yg digunakan jumlahnya menjadi dua kali lipat dari biasanya, kedua pelat badan dan pelat sambung tersebut kemudian dihubungkan dengan pelat dudukan gording yg dapat diberikan pengaku atau tidak. Sebelumnya sya pernah menganalisa sejenis namun untuk goring dgn profil Z dengan hanya dua bauut, kelihatannya akan lebih sederhana dan secara numerik lebih stabil karena kondisi simetri untuk profil C tersebut, dan lagi jumlah baut yg lebih banyak.

.


.


.

kebiasaan perencanaan balok gording negara luar dengan Indonesia agak sedikit berbeda, di dalam negeri mengacu pada tegangan ijin dan sistem pemasangan tinggalan negara Belanda terlihat dipasangkan batang sagrod sebagai pembagi misal sejarak 2.0m. Posisinya yg berada di tengah ketinggian penampang memberikan tambahan kekuatan terhadap stabilitas torsi lateral, sisi atas dihubungkan dengan roof sheeting atau cladding juga, belum lagi adanya jumlah baut minimum pada tumpuan adalah dua buah memberikan kekangan rotasi tambahan sebagian yg tentunya berkontribusi terhadap angka aman nilai lendutan dan tegangan yg sebenarnya terjadi.

.