pada peraturan pembebanan sebelumnya yaitu SNI-03-1727-1989 ditentukan beban angin minimum sebesar 25kgf/m2 untuk daerah jauh dari tepi laut (loc>5.0km) dan sebesar 40kgf/m2 untuk dekat laut untuk kemudian dikalikan dengan suatu faktor, namun pada peraturan terbaru SNI-1727-2020 point 27.1.5 ditentukan lebih tinggi yaitu sebesar 0.77kPa(78.5kgf/m2) untuk dinding dan 0.38kPa(38.7kgf/m2) untuk atap. Hal tersebut tentunya sangat berpengaruh karena selisih cukup besar hampir dua-kali lipatnya. Saya mencoba menelusuri batasan nilai tersebut dan memang didapat dari merujuk langsung peraturan negara aslinya Amerika yaitu ASCE 7-2016. Besarnya beban merata akibat angin dipengaruhi oleh kecepatan angin rencana jika merujuk peta angin pada negara tersebut memang cukup besar berkisar 40m/s sampai 120m/s namun apakah ini sesuai dengan kondisi di negara sendiri Indonesia?
.
(sumber: Sarli P. W., etal, 2022)
.
.
kecepatan angin dekat laut (loc< 1.6km) juga ditetapkan sebesar 58m/s pada peraturan pembebanan yg baru. Berikut hasil sebuah penelitian lembaga terkait, namun masih terbatas pada wilayah Jawa Barat saja. nilai kecepatan tertinggi di dekat laut hanya pada batas 31m/s yg terpaut sedikit lebih besar dengan peraturan sebelumnya sekitar 20% dan tidak sampai berlipat. Sebagai perbandingan saat saya merencanakan hanggar di sebuah bandara mengajukan kecepatan rencana sebesar 40knot (~21m/s) sampai 50knot (~26m/s) itu dinilainya sudah mencukupi, instansi tersebut mempunyai data kecepatan angin setempat karena diperlukan untuk pesawat lepas landas (take off) atau yg akan mendarat (landing) pertimbangan keamanan.
.
(sumber: Sarli P. W., etal, 2022)
.
terlihat dari tabel perbandingan peraturan lama dan baru diatas menunjukkan untuk kota Jakarta, Bandung dan Depok cenderung tetap tidak lebih besar dari sebelumnya. sedangkan untuk kota lain ada sedikit perbedaan. Input data masukan kecepatan angin dasar rencana tersebut sangat diperlukan untuk analisa distribusi beban angin dengan bantuan CFD seperti yg sebelumnya pernah sya ulas.
.
sebagai perbandingan adalah negara Bangladesh (2012) yg menentukan nilainya sebesar 0.5kN/m2 (~51kgf/m2) (pressure & suction) dan ini lebih kecil dari negara Amerika serta sedikit lebih besar dari negara Indonesia peraturan lama. hal ini dapat menunjukkan bahwa nilai minimum tersebut dipengaruhi kondisi geografis dan kumpulan rekaman kecepatan angin dari banyak stasiun serta olah data lanjut statistik. Negara Bangladesh mempunyai peta kecepatan angin diantara 40m/s sampai 80m/s yg nilai maksimumnya sekitar 50% lebih rendah dari negara Amerika.
.
.
sedangkan untuk negara India sya belum menemukan nilai beban angin minimum yg ditentukan, hanya peta kecepatan angin dengan batas 33m/s sampai 55m/s yg nilainya lebih kecil dari negara Bangladesh.
.
.
untuk negara Kanada mempunyai peta kecepatan angin dalam batas 23m/s sampai 64m/s nilai sebarannya lebih kecil dari negara Amerika namun beban angin minimum yg ditetapkan kelihatannya hampir sama dengan ASCE 7-2016 bahkan lebih besar untuk komponen sekunder seperti cladding dan girts.
.
.
.
melihat rujukan dan kondisi update penelitian tersebut kemungkinan sekali akan ada revisi perbaikan pada peraturan pembebanan gedung edisi berikutnya agar menyesuaikan geografis negara Indonesia
.
**tambahan
saat sya melakukan perbandingan nilai koefisien angin untuk berbagai bentuk bangunan antara negara Indonesia, Kanada dan India. Peraturan luar seperti dari negara Kanada walau tahun lebih awal (NBCC, 1961) namun diberikan banyak variasi bentuk bangunan bahkan tinjauan sudut arah angin tertentu seperti contoh dibawah. Perbandingan lanjut terhadap peraturan terbaru saat ini serta hasil analisa distribusi tekanan angin program bantu CFD kelihatannya merupakan bahasan kedepannya.
.
.
0 komentar:
Posting Komentar